Dusmar
Ka. Prodi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Riau Kepulauan Batam
Kita bangsa Inonesia baru saja memperingati hari pendidikan nasional yang jatuh setiap tanggal 2 mei, bulan ini merupakan kado istimewa bagi para guru atau lebih dikenal dengan pasukan Umar Bakhri paling tidak pada bulan ini pendidikan di negeri ini akan menjadi sorotan tajam pada bulan ini .
Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau . Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat ketidak konsistennya para pihak yang berkepentingan dalam memajukan mutu pendidikan di negara ini
Membicarakan hal yang behubungan dengan pendidikan merupakan hal yang tidak akan habis-habisnya. dengan keadaan yang ada sekarang ini, kita melihat masih banyak masyarakat yang khawatir terhadap pelaksanaan pendidikan kita di republik tercinta ini, terutama jika kita mencermati pelaksanaan Ujian Nasional baru saja siswa sekolah tingkat SD sampai SMA melakukan Ujian Nasional, yang adalah sebuah program yang sudah dipastikan gagal yang terus dipertahankan. Singkat kata mengapa ujian nasional kita katakan sebagai sebuah kegagalan, karena pemerintah memberi standar nasional untuk nilai kelulusan, padahal dalam sisitem pendidikan negara manapun kelulusan seorang siswa adalah ditentukan oleh pihak sekolah
Kita masih melihat masih banyaknya pelaksanaan UN ( ujian nasional ) dilaksanakan dengan penuh ketidakjujuran dan diperparah lagi ketidakmampuan para guru dalam melaksanakan tekanan tekanan dari Pemerintah , sehingga jika boleh kita menyimpulkan pelaksanaan UN tidak lebih dari sebuah sandiwara nasional yang harus dijalankan para guru – guru dan siswa, dalam pengawasan pelaksanaan ujian nasional guru dihadapkan dengan aturan-aturan yang tidak memungkinkan guru untuk berbuat banyak dalam pengawasan ujian nasional tersebut, sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak para guru/pengawas ujian terpaksa membiarkan para siswa saling menyontek atau bekerja sama dalam pelaksanaan Ujian Nasional di sekolah, Para guru selalu mengajarkan kejujuran sebagai nilai yang harus dianut setiap siswa pada setiap pelaksanaan ujian semester dan kenaikan kelas akan jauh berbeda tampilannya saat pelaksanaan ujian nasional. Guru sebagai pengawas seolah tutup mata dengan ketidakjujuran pelaksanaan ujian nasional di sekolah, ini merupakan dilema yang dihadapi guru pada kita saat ini.
Jika guru terlalu displin dalam pengawasan ujian nasional dikhawatirkan siswa secara mental merugikan siswa yang melaksanakan ujian sebagai konsekwensinya guru yang bersangkutan akan ditegur oleh kepala sekolah tempat asal mengajar dan yang lebih miris lagi di berbagai daerah para siswa mendemo pengawas yang disiplin dalam pengawasan ujian nasional.
Inilah persoalan yang dihadapi para guru dihadapkan pada pilihan yang tidak menyenangkan, ditambah lagi dengan tuntutan Pihak Diknas Pendidikan diberbagai daerah berlomba lomba untuk meningkatkan hasil Ujian nasional lebih tinggi dibandingan daerah lainnya. , pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Diknas Pendidikan terlalu berpatokan keberhasilan seorang siswa hanya diukur dengan peroleh ujian nasional, pada hal jika pemerintah membuka mata lebar-lebar bukankah keberhasilan siswa itu diukur tidak hanya dengan angka yang tertera di laporan hasil studi siswa saat pelaksanaan Ujian nasional.
Harapan kita sebaiknya Pemerintah mengembalikan kedudukan UN sebagai sarana Evaluasi, seperti EBTANAS dimasa Orba dulu. Lulus atau tidak seorang siswa ditentukan oleh masalah administatif dan afektif (sikap), bukan kognitif (pengetahuan). Dahulu, EBTANAS penting, tapi sebagai alat evaluasi, memberikan gambaran kasar kemampuan siswa. Jenjang pendidikan lebih tinggi akan menggunakannya sebagai salah satu alat penilaian, namun bukan satu – satunya. Nilai rapor, ada / tidaknya ‘catatan khusus’ (baik positif atau negatif) selama mengikuti jenjang berikutnya. Dengan demikian tujuan penilaiannya tercapai, tanpa terbiaskan oleh tekanan ujian.
Tidaklah mengherankan jika saat ini banyak masyarakat yang menyimpulkan bahwa sistem Pendidikan Nasional kita saat ini telah kehilangan “ roh nasional “ akibat hilangnya nilai – nilai yang di inginkan oleh pendidikan itu sendiri . yang tercantum dalam Sistem Pendidikan Nasional, antara lain menyatakan maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna bagi kehidupan bermoral dengan menanamkan nilai nilai kejujuran dalam kehidupan, semuanya kita berharap semoga anak bangsa ini lebih mengutamakan kejujuran dalam setiap tindak tanduk dalam kehidupan sehari hari “
Sudah selayaknya bangsa ini dengan mengaplikasikan ajaran kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara yang sangat poluler di kalangan masyarakat Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani. Kalimat terakhir yang selalu dipuja dan dijadikan motto Kementerian Pendidikan nasional dan Kebudayaan . “ Selamat hari Pendidkan nasional “