Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Univesitas Riau Kepulauan, 21 Desember 2016 mengadakan seminar Nasional dengan pembicara Prof. Dr. Hasan Asari, M.A. Mengusung tema Sejarah sebagai Guru Kehidupan dan mencari Identitas Ditangah Perubahan.  Kegiatan ini dilangsungkan di Auditorium Universitas Riau Kepulauan. Dihadiri oleh Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Batam, Dr. H. Amarullah Nasution, SE, MBA, Rektor Universitas Riau Kepulauan Prof. Dr. Nasruddin Harahap, SU, jajaran wakil rektor, seluruh dosen dilingkungan FKIP-UNRIKA dan 832 orang mahasiswa/i FKIP UNRIKA, yang terdiri dari 5 program studi.

Bersempena dengan kegiatan seminar ini, dilakukan pelantikan dan pengkukuhan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Senat Mahasiswa FKIP-UNRIKA masa bhakti 2016 – 2018. Pelantikan dilakukan oleh Dekan FKIP-UNRIKA, Dahrul Aman Harahap, S.Pt,.M.M,.M.Pd dengan penyerahan pataka BEM dan Senat Mahasiswa kepada pengurus baru yang dilantik.

15697430_10208013553363690_4925121473773131475_n

Dalam prolognya Prof. Dr.Hasan Asari, M.A mengutip ungkapan dari seorang filsuf Romawi bernama Cicero (106-43 SM), bahwa “Sejarah Adalah Guru Kehidupan (Historia Vitae Magistra), yang secara eksplisit mengemukakan peran pentingnya keberadaan sejarah dalam kehidupan. Penting dalam menjalankan kehidupan secara individual maupun secara kolektif, bekeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  Dan karena pentingnya mempelajari sejarh tersebut, maka founding father Negara republik Indonesia sang Proklamator Ir. Soekarno menyatakan ” Dont leave history (jangan sekali – sekali meninggalkan sejarah).

Sejarah sebagai alur dari fase-fase kehidupan yang dijalani oleh manusia, jika dilakukan refleksi dan rekonstruksi maka kita akan menemukan gambaran tentang peran yang telah dilakoni, kita bisa akan belajar untuk menjadi lebih baik, dari kesalahan-2 dan kekeliruan-2 masa lampau untuk perbaikan dimasa berikutnya. Ini makna sejarah itu sebagai guru kehidupan.

Namun sangat ironis, seiring perkembangan peradaban manusia. Khususnya di era digital ini, dimana informasi dan tekhnologi telah mengglobal,  masyarakat terkesan apriori dengan sejarah, terutama dikalangan generasi muda (pelajar dan mahasiswa).  Umumnya beranggapan mempelajari sejarah tidak ada gunanya lagi.  Untuk apa mempelajari masa lalu,  kita harus  move on !.  Ini merupakan masalah yang harus dicarikan solusinya. Jika ditelurusi sebenarnya, sikap apriori masyarakat  tersebut dipengaruhi oleh budaya instan. Kecanggihan tekhnologi membuat perobahan kepada pola sikap, dan berfikir masyarakat. Pola instan,  yang ingin serba cepat, serba enak, dan serba mengasyikan, setelah itu dilupakan, tanpa bekas, ini secara telah menggerus budaya kearifan, kesederhanaan dan kebijaksanaan. Fakta seperti ini terlihat secara nyata pada prilaku kehidupan manusia saat ini, baik dalam kehidupan secara individual  maupun secara kolektif; keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara.

15578425_888618014606236_7454025476383116057_n        15542161_888618194606218_6618773100575317917_n         15621739_888618017939569_3219133156050082071_n

Menyikapi kondisi ini, mari kita melakukan rekonstruksi dari perjalanan sejarah hidup ini, baik kita selaku individu, berkeluarga, bermasyarakat, maupun berbangsa dan bernegara. “Mari kita belajar dari sejarah.!!.