ISMARTI,S.SI,M.SC
(DOSEN TETAP PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNRIKA BATAM)
Tulisan ini telah dimuat di Halaman Opini Harian Batam Pos, Tanggal 25 Maret 2013)
Peringatan Hari Air Sedunia, 22 Maret lalu merupakan wujud keprihatinan masyarakat dunia akan kondisi sumber daya air. Air, benda yang paling berharga di dunia, saat ini mengalami penurunan kualitas. Persediaan air, saat ini sudah sampai pada tahap yang kritis. Bukan hanya di Indonesia, tetapi masyarakat dunia pun menghadapi persoalan yang sama. Saat ini, 1,2 miliar penduduk dunia tidak mempunyai akses air bersih dan hampir dua kali lipatnya tidak mempunyai fasilitas sanitasi yang memadai. Dari tahun ke tahun di berbagai daerah selalu terjadi kelangkaan dan kesulitan air. Kecenderungan konsumsi air naik secara eksponensial, sedangkan ketersediaan air bersih cenderung berkurang akibat kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, degradasi lingkungan pada daerah tangkapan air, konflik antar pengguna air, fungsi badan pengelola air yang belum optimal dan efisien, mengakibatkan fungsi sosial dan ekonomi air pun terganggu. Konversi lahan mengakibatkan terganggunya siklus hidrologi yaitu berkurangnya resapan air dan tingginya run off. Tingginya tingkat pengambilan air bawah tanah oleh industri dan ketidakpedulian masyarakat sebagai pengguna air juga merupakan pemicu penurunan kualitas dan kuantitas air.
Air merupakan salah satu kebutuhan yang vital dan merupakan unsur dasar bagi kehidupan di bumi. Lebih dari 70 persen komponen penyusun makhluk hidup adalah air. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung dengan baik. Manusia pada dasarnya hidup di planet air sebab 70 persen permukaan bumi dikelilingi oleh air. Selama hidupnya manusia memerlukan sekitar 16 ribu galon air. Untuk memenuhi kebutuhan dasar, rata-rata manusia memerlukan 2 liter atau sekitar 8-10 gelas air perhari. Di Indonesia, kebutuhan air per hari per orang rata-rata 160 liter. Dari sejumlah itu 100 liter untuk keperluan mandi, cuci, kakus, dan sisanya sebanyak 60 liter untuk keperluan lain seperti menyiram dan mencuci perabotan rumah-tangga. Konsumsi air tawar pada komunitas manusia bertambah sejalan dengan perkembangan budaya dan kemajuan teknologi.
Kepulauan Riau merupakan wilayah kepulauan yang sangat mengandalkan sumber air permukaan sebagai sumber air baku yang dimanfaatkan sebagai air minum. Terdapat 43 waduk yang tersebar di Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Karimun. Di Pulau Batam, Otorita Batam membangun waduk-waduk untuk menampung air hujan sebagai sumber air baku untuk penyediaan air bersih. Berdasarkan inventarisasi Pemprov Kepulauan Riau, di Kota Batam telah dibangun 13 waduk dan 6 diantaranya sudah dimanfaatkan sebagai sumber air baku. Keenam waduk inilah (Waduk Sei Harapan, Sei Baloi, Sei Nongsa, Sei Ladi, Mukakuning dan Duriangkang) yang mensuplai kebutuhan air bersih di Kota Batam dengan total kapasitas 3.850 lt/dt (BP Batam, 2013). Selain itu, di Kota Batam saat ini sedang dilakukan pembangunan Waduk Tembesi dalam rangka peningkatan ketersediaan air bersih untuk mangantisipasi kebutuhan air warga Kota Batam.
Kondisi air digambarkan dengan kualitas dan ketersediaannya (kuantitasnya). Kualitas air berhubungan dengan kelayakan pemanfaatannya, sedangkan ketersediaan air berhubungan dengan barapa banyak air yang dapat dimanfaatkaan dibandingkan dengan kebutuhannya.
Penentuan kualitas air sungai dan sumber air lainnya dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, mutu air ditetapkan menjadi 4 kelas yaitu: air kelas I (air yang peruntukkannya untuk air baku air minum), air kelas II (air yang peruntukkannya untuk sarana rekreasi air), air kelas III (air yang peruntukkannya untuk budidaya perikanan), dan air kelas IV (air yang peruntukkannya untuk mengairi tanaman).
Adapun parameter kualitas air yang dipantau sebanyak 17 parameter yang terdiri dari 8 parameter fisika yaitu warna, bau, kecerahan, DO, DHL, temperature, salinitas, TSS serta 9 parameter kimia yaitu pH, BOD, COD, klorin, nitrit, phosfat, sulfat, nitrat dan besi. Kepulauan Riau merupakan provinsi dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Sumatera, yakni 4,99 persen per tahun dan merupakan tertinggi kedua setelah Papua. Sebanyak 56,34 persen dari penduduk Kepri terpusat di Kota Batam. Kota Batam menjadi kota di Kepulauan Riau yang pertumbuhan penduduknya paling tinggi dalam satu dasawarsa terakhir, yakni 7,70 persen per tahun. Hasil Sensus Penduduk 2010 di Kepulauan Riau menunjukkan Kota Batam sebagai daerah dengan penduduk terbanyak yaitu 949.775 jiwa, terdiri atas 486.404 laki-laki dan 463.371 perempuan (SLHD Provinsi Kepulauan Riau).
Penduduk di Kota Batam sebagian besar memanfaatkan air ledeng sebagai sumber air bersih. Hal ini dikarenakan jenis tanah di Kota Batam yang tidak dapat menyimpan air dengan baik, sehingga lebih efektif jika menggunakan waduk buatan sebagai penampung air hujan. Dalam hal air minum, sebanyak 71,95 persen rumah tangga menggunakan air kemasan sebagai air minum, sisanya menggunakan air ledeng, sumur dan sumber lainnya seperti mata air, air hujan dan air sungai (BPS Provinsi Kepulauan Riau).
Pengelolaan sumber daya air yang tidak berkelanjutan menyebabkan kekhawatiran bahwa ketersediaan dan kualitas cadangan air menjadi ancaman bagi penduduk setempat. Di beberapa negara, masalah terbesar mengenai persediaan air bersih bukan bersumber dari kelangkaan air dibandingkan dengan jumlah penduduk, melainkan dari kekeliruan menentukan kebijakan dalam pemanfaatan air.
Semua orang tentunya berharap bahwa air seharusnya diperlakukan dengan bijak, dimanfaatkan secara bijak dan dijaga dari cemaran. Namun pada kenyataannya, air selalu dihamburkan, dicemari dan disia-siakan. Jika tidak melakukan perubahan kebijakan pengelolaan sumber daya air, maka bukan tidak mungkin, ancaman krisis air di Batam akan menjadi kenyataan dalam beberapa tahun ke depan. Penggunaan air harus mempertimbangkan daya dukung dan diiringi dengan upaya konservasi sumber daya air.
Sebagai warga yang baik, tentu kita perlu melakukan untuk mencegah ancaman kelangkaan air bersih. Di antaranya menggunakan air secara bijaksana, dengan kata lain menghemat air. Cara hemat air di rumah merupakan salah satu solusi dalam menghadapi krisis air bersih. Dengan menghemat pemakaian air di rumah selain hemat uang juga menjadi langkah bijak bagi lingkungan hidup terutama demi ketersediaan air bersih.
Langkah kecil dan cara mudah yang dapat dilakukan untuk menghemat air di rumah yaitu matikan keran saat sedang menggosok gigi. Membiarkan keran terbuka 1 menit sama saja dengan membiarkan 9 liter air terbuang percuma. Akan lebih hemat lagi jika menggunakan gelas sehingga air tidak mengucur terus-menerus. Jika mungkin, mandilah dengan menggunakan shower. Mandi dengan shower 3 kali lebih hemat air daripada mandi dengan gayung. Selain itu, segera perbaiki keran yang bocor. Kran bocor bisa membuang air bersih hingga 13 liter air per hari.
Gunakan kloset yang mengunakan dua sistem pembilasan air. Setiap sistem pembilasan bekerja sesuai dengan volume air yang dikeluarkan. Bila kloset hanya digunakan untuk buang air kecil, gunakan pembilasan dengan volume kecil yang tentunya lebih hemat konsumsi air. Pilihlah jenis mesin cuci yang hanya membutuhkan sedikit air.
Adapun jika minum air memakai gelas, isilah gelas dengan secukupnya sehingga air habis terminum seluruhnya. Letakkan sebuah ember atau tempat penampungan dibawah kran wudhu, air yang tertampung selama berwudhu bisa digunakan untuk membersih kamar mandi, WC, atau untuk menyiram tanaman. Kita juga bisa menggunakan air bekas cucian sayuran dan buah untuk menyiram tanaman. Selain hemat, air bekas cucian sayur, buah dan daging ternyata bisa menyuburkan tanaman.
Jika mungkin, hindari penggunaan selang. Gunakan kaleng penyiram tanaman atau ember untuk mencuci mobil. Siramlah tanaman di sore atau pagi hari agar air mudah meresap ke dalam akar. Penyiraman pada siang hari hanya membuat air menguap percuma.
Hal lain yang juga harus dilakukan adalah tidak menutup permukaan tanah dengan lapisan yang menghambat peresapan air. Salah satunya dengan membuat lubang-lubang biopori di taman atau di sekitar rumah. Lubang ini membantu mempercepat proses penyerapan air ke dalam tanah, sehingga dapat mengurangi jumlah air yang menguap bebas ke alam.
Tidak sulit bukan mengelola sumber daya air untuk mencegah kelangkaan air bersih. Kita hanya perlu kesadaran untuk melakukannya. Oleh karena itu, mari kita selamatkan air mulai saat ini. Kalau bukan kita, siapa lagi?***