Ismarti
Dosen Tetap Prodi Pendidikan Matematika FKIP UNRIKA Batam
Salah satu tujuan kurikulum terpenting dalam pembelajaran matematika pada tingkatan sekolah dasar baik di Indonesia maupun di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia adalah mengembangkan penguasaan anak mengenai bilangan (number sense). Penekanan akan pentingnya penguasaan bilangan ini pada tingkatan sekolah dasar, tercantum dalam kurikulum sekolah di Indonesia, Amerika Serikat, Inggris, maupun Australia.
Rendahnya kemampuan anak dalam penguasaan bilangan, khususnya berhitung, menjadi permasalahan yang serius dalam pembelajaran matematika di sekolah. Mental aritmatika sempoa adalah suatu metode yang dapat menjadi solusi untuk meningkatkn penguasaan bilangan, khususnya berhitung. Dengan mental aritmatika sempoa seorang anak mampu berhitung lebih cepat, mempunyai konsentrasi yang baik dan lebih kreatif sehingga dapat mencapai tingkat berfikir analisis dan logika berfikir yang benar.
Key words: penguasaan bilangan, sempoa, mental aritmatika
- 1. PENDAHULUAN
Matematika sering dianggap sebagai ilmu yang hanya menekankan pada kemampuan berpikir logis dengan penyelesaian yang tunggal dan pasti. Hal ini yang menyebabkan matematika menjadi mata pelajaran yang ditakuti dan dijauhi anak. Padahal, matematika dipelajari pada setiap jenjang pendidikan dan menjadi salah satu pengukur (indikator) keberhasilan anak dalam menempuh suatu jenjang pendidikan, serta menjadi materi ujian untuk seleksi penerimaan menjadi tenaga kerja bidang tertentu. Melihat kondisi ini berarti matematika tidak hanya digunakan sebagai acuan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi tetapi juga digunakan dalam mendukung karier seseorang.
Dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tanggal 23 mei 2006 tentang standar isi) telah disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama (Siswono, 2009).
Salah satu tujuan kurikulum terpenting dalam pembelajaran matematika pada tingkatan sekolah dasar baik di Indonesia maupun di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia adalah mengembangkan penguasaan anak mengenai bilangan (number sense). Penekanan akan pentingnya penguasaan bilangan ini pada tingkatan sekolah dasar, tercantum dalam kurikulum sekolah di Indonesia, Amerika Serikat, Inggris, maupun Australia (Depdikbud,1993; NCTM, 1989; Cockroft, 1982; dan AEC, 1991).
Penguasaan bilangan bukanlah sekedar mengenal dan terampil berhitung, namun lebih dari itu. Anak dengan penguasaan bilangan baik memiliki intuisi yang baik mengenai bilangan, memahami dengan baik sifat-sifat bilangan, dan mengetahui dengan baik pula hubungan antar bilangan. Anak yang menguasai bilangan dengan baik pada akhirnya akan mampu memanfaatkan pengetahuannya tentang bilangan pada berbagai bidang dan berbagai situasi dalam kehidupannya.
Rendahnya kemampuan anak dalam penguasaan bilangan, khususnya berhitung, menjadi permasalahan yang serius dalam pembelajaran matematika di sekolah. Dalam Herman (2001), Ruseffendi mengemukakan bahwa kemampuan berhitung anak pada ‘era matematika’ lebih memprihatinkan daripada kemampuan berhitung anak pada ‘zaman berhitung’. Hal serupa dikemukakan pula oleh para peneliti seperti McIntosh, Reys, Reys dan Hope, serta Hope dan Sherrill bahwa kemampuan berhitung anak pada berbagai tingkatan sekolah tidak sesuai dengan harapan dan tuntutan kurikulum.
Herman (2001) juga menemukan bahwa kebanyakan anak kelas 1 SLTP di Bandung mengalami kesulitan menghitung 15 x 6 dalam kepala. Mereka cenderung harus menyelesaikannya soal-soal seperti itu menggunakan algoritma tertulis (menggunakan alat tulis). Penelitian di Amerika menemukan bahwa 45% dari anak seusia SMU (sekitar 17 tahun) tidak dapat mencongak 90 x 70, lebih dari 50% anak SLTP kelas 1 tidak dapat menjawab 4,4 – 0,53 dengan benar dan 99% anak kelas 5 SD tidak dapat menjawab 75 + 85 + 25 + 2000 dengan benar (Herman 2001).
Menurut Herman (2001) mental komputasi adalah salah satu cara efektif untuk meningkatkan penguasaan anak terhadap bilangan. Salah satu metode mental komputasi adalah dengan menggunakan alat bantu berupa sempoa. Telah dibuktikan bahwa belajar sempoa dapat meningkatkan penguasaan bilangan sekaligus kemampuan mental komputasi anak.
- 2. PEMBAHASAN
- A. Sejarah Sempoa
Sempoa adalah alat hitung tradisional dari Asia Tenggara seperti Cina, Korea, Taiwan dan Jepang. Ditemukan lebih kurang 1800 tahun yang lalu dan mempunyai inti kerja menaikan turunkan biji sempoa dengan tangan secara nyata . Sempoa memiliki beberapa nama ; cipoa, abacus, suzhuan, soroban atau sim suan sesuai dengan negara yang menggunakan alat tersebut.
Walaupun sempoa berkembang di Asia Timur, namun menurut salah satu sumber, Abacus paling tua di dunia ditemukan di Mesopotamia, kepulauan Salamis dan Hirogif Fir’aun di Mesir. Saat itu manusia menciptakannya dari butiran-butiran dari tanah untuk menggantikan setiap jari dan di buat jalur-jalur di tanah untuk menggantikan tangan sebagai pangkal jari. Butiran-butiran tanah inilah yang dalam bahasa Yunani disebut Abax yang kemudian terkenal dengan Abacus . Sedangkan dalam perhitungan orang Arab atau dunia Islam, sejak abad ke-7 mereka menggunakan alat hitung berupa batu atau biji-bijian kurma. Biji-bijian itu dirangkai dengan tali sebanyak 99 biji, alat itu biasa disebut misbah/tasbih (alat untuk bertasbih).
B. Macam-macam Sempoa
Bentuk sempoa bermacam-macam, ada sempoa dengan bentuk 2-5 (2 biji sempoa di atas dan 5 biji sempoa di bawah) yang dikenal sebagai sempoa Cina. Sempoa jenis ini banyak dipakai di kalangan pedagang Tionghoa, karena kecepatannya dalam menggunakan transaksi penjualan. Sempoa jenis lain sempoa yang lebih sedikit bijinya yaitu sempoa bentuk 1-4 (1 biji sempoa di atas dan 4 biji sempoa di bawah). Sempoa ini mulai dipakai dan dimasyarakatkan di Jepang, sehingga dikenal sebagai sempoa Jepang.